Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Biografi Syaikh Muhammad Said Al Mandurah Pendiri Pesantren Tahfidz di Sampang Madura
Syaikh Muhammad Said Al Mandurah.

Biografi Syaikh Muhammad Said Al Mandurah Pendiri Pesantren Tahfidz di Sampang Madura



KNPI

Berita Baru MaduraKH. Muhammad Said putra dari K.H. Ismail Al Mandurah menikah dengan istri tercintanya Ny. Hj. Aisyah binti Imamuddin. K.H. Muhammad Said bin Ismail Al Mandurah ini lahir di Mekah pada tahun 1891. Kedua orang tuanya murni berdarah Madura, namun keduanya memilih menetap di Negeri Arab dan menjadi peduduk di sana.

Menurut silsilah garis keturunan, ayahnya merupakan keturunan ke-8 dari Sunan Bonang, keturunan ke-10 dari Sunan Ampel, dan keturunan ke-31 dari Rasulullah. Sedangkan ibunya adalah keturunan ke-15 dari Sunan Giri, dan keturunan ke-24 dari Rasulullah.

K.H. Muhammad Said Ismail Al Mandurah dirawat dan dibesarkan serta menempuh pendidikan di tanah kelahirannya, yaitu Mekah. Pada usia 10 tahun beliau telah berhasil menghapal Al-Qur’an yang dipelajarinya di Masjidil Haram. Sesuai yang termaktub dalam beberapa istilah bahwa orang tua adalah madrasah pertama bagi anak, K.H. Muhammad Said belajar baca-tulis Al-Qur’an berawal kepada ayahandanya sendiri. Kemudian belajar menghapal kepada salah satu guru tahfiznya yaitu Syaikh Abd Hamid Mirdad dari Mesir.

Selain kepada ayahandanya, beliau juga belajar Al-Qur’an kepada buyutnya, K.H. Muhammad Muqri. Ilmu-ilmu lainnya pun mulai beliau pelajari setelah menamatkan hapalan Al-Qur’an 30 juz.

Menginjak usia 15 tahun beliau ditempatkan di Madura, untuk menebar mamfaat melalui pengabdian terhadap masyarakat sampang dan sekitarnya. Pada tahun 1917 tepat di usianya yang ke-26 beliau mulai merintis pendirian Pondok Pesantren Tahfiz Al-Qur’an letaknya berada di Jl. K.H. Hasyim Asy’ari 42, Sampang Madura. Kala itu pondok pesantren tersebut belum diberi nama hingga selang beberapa tahun K.H. Mansur yang merupakan putra beliau memberikan nama Bustanul Huffadz Assaidiyah.

Pondok Pesantren Bustanul Huffadz Assaidiyah asuhan K.H. Said Isma‘il telah meluluskan para alumni yang kemudian menjadi pendiri beberapa pesantren tahfidz, antara lain al-Habib Husain bin Syaikh al-Habsyi al-Hafiz (pendiri PP Tarbiatul Akhlak, Probolonggo), al-Habib Hamid bin Syaikh al-Habsyi al-Hafiz (pendiri PP Nurul Qur’an, Kraksaan, Probolinggo), KH Murad al-Hafiz (pendiri PP Darul Furqon, Sampang, Madura), KH Abdullah Salim, (pendiri PP Tahfizul Qur’an, Kajen, Pati, Jawa Tengah), KH Maduqi Fadli (pengasuh PP Assamadiyah, Bunreh, Bangkalan, Madura), KH Masduqi al-Hafiz (pendiri PP Tahfizul Qur’an, Jombang), KH Hasan Askari al-Hafiz (pengasuh PP Mangli, Magelang, Jawa Tengah), KH Khalil Zaini al-Hafizh (pendiri dan pengasuh PP Ussyaiqil Qur’an, Pulau Mandangil, Sampang, Madura), KH Hasyim Syafi’i al-Hafiz (pendiri dan pengasuh PP Miftahul Ulum II Plered, Bantul, Yogyakarta), dan R.P.H. Mohammad Nur (mantan Gubenur dan sesepuh masyarakat Jawa Timur) sumber didapat dari referensi pustaka yaitu buku Para Penjaga Al Quran, halaman 241, ditulis oleh Muhdor Ahmad Assegaf dengan judul Cahaya dari Nusantara Maulana Habib Lutfi bin Yahya, diterbitkan di Jakarta oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran.

Syaikh Muhammad Said Al Mandurah atau juga yang biasa dipanggil K.H. Muhammad Said Al Hafidz merupakan generasi ke-34 dalam sanad tahfidz yang bersambung kepada Rasulullah. Melalui sanad dari Syaikh Abdul-Hamid Ismail, dari Abdur Rasul Al-Muqri, dari Ahmad ‘Abdul Khair Mirdadi, dari Waliduhu Ahmad Abu al-Khair, dari al-‘Allamah as-Sayyid ‘Abdullah Kujk.

Di sisi lain berdasarkan K.H. Mahrus Abdul Malik, Pengasuh Pondok Pesantren Al Ihsan Jrangoan Omben, Sampang, yakni cucu dari K.H. Muhammad Said, saat penulis sowan sekaligus wawancara, beliau menuturkan bahwa dahulu, sebelum ada NU Cabang di Sampang, ada empat ulama yang dipanggil langsung oleh K.H. Hasyim Asy’ari ke kediamannya di Tebuireng-Jombang. Empat ulama pilihan tersebut adalah K.H Ach. Syabrowi yakni Pengasuh Ke-7 Pondok Pesantren Nazhatut Tullab Prajjan Camplong, Sampang, K.H.Makki Hasbulah Kmp. Masegit, Jl. Kenanga, Kota Sampang, K.H. Zubair Abdullah Khotib Syahid Pendiri Pondok Pesantren Darul Furqon Kauma Sampang, dan K.H. Muhammad Said Almandurah yakni pendiri Pondok Pesantren Bustanul Huffadz Assaidiyah Sampang. Beliau berempat berangkat ke Jombang dan menerima amanah dari K.H. Hasyim Asy’ari untuk menyebarluaskan NU di Madura dengan membentuk Pimpinan Cabang NU Sampang.

Kembalinya ke Madura, berdasarkan tuturan Alm. K.H. Abdul Muin Zein cucu dari K.H. Syabrowi, pada tahun 1926 NU sudah mulai dikenalkan ke Sampang. Namun yang terjadi tidak semulus angan-angan, alhasil ketika NU dikenalkan kepada masyarakat Sampang dan Pamekasan ternyata tidak banyak yang menerima. Bahkan ada salah satu daerah yang sampai saat ini masih menjadi rujukan tempat ziarah di Madura justru menolak adanya NU. Sebab di daerah tersebut cukup NA, yakni Nahdlatul Auliya’.

Sukarnya penerimaan NU di kalangan masyarakat, akhirnya K.H. Syabrowi dan KH makki menggandeng para Mursyid Thoriqoh untuk mensosialisasikan NU. Walau demikian, ternyata juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Setelah sekitar 10 tahun NU di Sampang dapat dideklarasikan pada tahun 1936. Dengan Rois Syuriyah pertama K.H. Syabrowi dan Ketua Tanfidziyah pertama adalah KH Makki Hasbullah.

Sementara berdasarkan hasil wawancara penulis kepada Gus Najmuddin, cucu dari K.H. Muhammad Said, dahulu pernah ada istilah bahwa Pondok yang diasuh oleh K.H. Makki itu tempatnya kitab-kitab sedangkan Pondok pesantrennya K.H. Muhammad Said itu tempatnya Al-Quran. Istilah itu juga penulis dengar dari beberapa orang yang mengetahui tentang pondok Bustanul Huffaz Assa’idiyah. Bahkan di kalangan sosial daerah penulis sendiri sering terdengar dalam sebuah perbincangan antar senior, para ketua lembaga dan banom serta beberapa pengurus Pimpinan Cabang Sampang seperti Gus Samsuddin, Gus Yusuf, Gus Shaleh dan beberapa senior lainnya bahwa sampai sekarang pun pondok pesantren K.H. Muhammad Said itu memang fokus utamanya Al-Quran.

Berdasarkan uraian paragraf di atas dapat sedikit ditarik kesimpulan bahwa perihal sistem pendidikan yang dirintis oleh K.H. Muhammad Said adalah untuk melahirkan generasi pecinta kalam-kalam Allah dan tercetak sebagai guru Hafidz Al-Quran senusantara. Hal itu terbukti seperti yang sudah disebutkan dalam tulisan paragraf di atas nama-nama ulama besar yang telah memiliki sanad keguruan terhadap beliau.

Kendati demikian, NU terus mengalir dalam lingkungan Sampang, tak terkecuali dalam keluarga K.H. Muhammad Said sendiri. Sehingga NU di Sampang tidak punah dan bahkan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Sebab di sudut lain berdasarkan dauh K.H. Mahrus Abdul Malik saat penulis sowan sekaligus wawancara, beliau menuturkan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari pernah menawarkan K.H. Makki Hasbullah untuk berbesan. Kala itu, K.H. Hasyim Asy’ari meminta K.H. Hasyim Makki untuk dijadikan menantu, akan tetapi tawaran itu harus ditampung karena K.H. Hasyim Makki sudah bertunangan dengan Ny. Mudirah Said, yakni putri dari K.H. Muhammad Said.

Informasi bersumber dari Gus Najmuddin, salah satu cucu beliau, sebelum wafat, KH. Makki, K.H. Zubair, dan K.H. Muhammad Said pernah punya amalan tahlil yang sangat berbeda dengan amalan tahlil yang biasa di kalangan masyarakat pada umumnya. Tahlil bertiga ulama tersebut kalimat-kalimatnya dibaca saling bersahutan, antara pemimpin tahlil dengan para jamaah tahlil sehingga mengandung unsur keunikan tersendiri dan terdengar lebih menarik secara lantunan.

Duka menyelimuti langit sampang. Setelah NU berusia 28 tahun, wafatlah K.H. Muhammad Said tahun 1954 Masehi, tepatnya pada tanggal 21 malam 22, Bulan Sya’ban, Tahun 1373 Hijriyah di Sampang Madura.

Walau belum diketahui pasti bagaimana kiprah jelasnya beliau di NU Sampang, namun dapat disimpulkan bahwa beliau merupakan salah satu ulama istimewa yang menjadi pilihan sehingga mendapat panggilan langsung dari K.H. Hasyim Asy’ari. Menurut hemat penulis, tidak mungkin Syaikhona Hasyim Asy’ari asal tunjuk atau asal pilih. Tentunya yang dituntuk atau dipilih untuk membawa NU ke sampang adalah orang-orang yang istimewa, yang mampu menciptakan sejarah perjuangan berdirinya NU di sampang.

Menurut hemat penulis, dilihat dari kedekatan beliau bersama K.H. Zubair dan K.H. Makki, tentunya ada kiprah perjuangan beliau yang informasinya belum berhasil penulis telusuri dari sumber terpercaya. Rasanya mustahil jika dikata nihil, pastinya ada kontribusi baik berupa tenaga, harta, dan yang jelas diyakini 100% ada doa yang terpanjat dari beliau untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Sampang dalam menerima berbagai unsur dari tempuran politik dan aliran negatif pada masa itu. Hingga NU hadir untuk disebarluaskan dan dilestarikan kemurnian Khittahnya.

Kendati dalam tulisan ini penulis belum berhasil menggali informasi lebih dalam, kemudian mengurainya dalam rentetan kalimat positif. Hal ini menjadi tugas bersama untuk terus diburu sebelum jejak masa lampau para pejuang benar-benar tenggelam untuk selamanya. Karena semakin hari narasumber semakin berkurang, niscaya informasi semakin terkikis. Semoga di tulisan berikutnya dapat ditemui jejak-jejak yang tertindih. Aamiin.

Penulis: Ketua PAC IPPNU Kecamatan Tambelangan, Sampang, Tahun 2020.