Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Calon Tunggal Akan Memperburuk Catatan Demokrasi Sumenep

Calon Tunggal Akan Memperburuk Catatan Demokrasi Sumenep



KNPI

*Penulis: Chandra Aditya (Pengamat Politik Madura)

PERCATURAN bakal calon (balon) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 semakin panas. Termasuk di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Namun sangat ironis karena wacana calon tunggal kian santer. Fenomena menunjukkan demokrasi sedang tidak baik-baik saja.

Apabila wacana calon tunggal tersebut benar-benar terjadi, ada indikasi kekuatan superhero di Kota Keris. Sehingga mencerminkan keberadaan partai politik (politik) tidak berguna. Karena tidak memiliki kemampuan untuk melahirkan pemimpin.

Pilkada seharusnya menjadi momen demokrasi. Mencerminkan keinginan rakyat untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan harapan dan aspirasi. Namun, dengan adanya calon tunggal, esensi dari pemilihan itu sendiri akan terasa hilang.

Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan dari calon tunggal adalah minimnya alternatif pilihan bagi pemilih. Sebab dalam sebuah demokrasi yang sehat, keberagaman pilihan menjadi hal yang sangat fundamental.

Ketika hanya satu calon, masyarakat tidak banyak ruang untuk mengevaluasi berbagai visi, misi, dan program yang ditawarkan. Hal ini dapat menurunkan partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan. Karena rasa keterpaksaan untuk memilih satu-satunya calon.

Calon tunggal juga berpotensi menimbulkan sikap apatis di kalangan pemilih. Sebab ketika rakyat merasa tidak ada alternatif, akan banyak yang memilih untuk tidak memberikan suara. Ini yang mestinya jadi catatan para elit partai politik. Jadi tidak semata-mata hanya mengedepankan urusan kekuasaan.

Apatisme sangat berbahaya bagi kesehatan demokrasi. Karena dapat mengakibatkan legitimasi yang rendah terhadap pemimpin yang terpilih. Jika mayoritas masyarakat tidak berpartisipasi, maka hasil pilkada bisa saja tidak mencerminkan kehendak rakyat secara keseluruhan.

Keberadaan calon tunggal juga bisa mencerminkan lemahnya sistem politik dan partai di daerah tersebut. Seharusnya, partai politik berfungsi untuk menjaring berbagai calon yang memiliki kapasitas dan integritas.

Jika hanya ada satu calon yang muncul, itu menunjukkan sistem politik di Sumenep mungkin tidak mendukung munculnya calon-calon yang berkualitas. Ini dapat mengakibatkan stagnasi dalam perkembangan kepemimpinan dan inovasi dalam kebijakan publik.

Ironisnya, calon tunggal juga dapat memperburuk citra Sumenep di mata publik. Dalam konteks nasional, pilkada dengan calon tunggal sering dipandang sebagai tanda kurangnya demokrasi dan transparansi.

Kondisi seperti Ini dapat membuat Sumenep kehilangan daya tarik sebagai daerah yang progresif dan berkomitmen terhadap praktik demokrasi yang baik. Citra ini sangat penting, terutama dalam upaya menarik investasi dan pengembangan ekonomi.